Bitung – Portal24.id – Sengketa lahan milik Rosinta Butarbutar yang terletak di Pinasungkulan, Kota Bitung, Sulawesi Utara, telah dikeruk perusahan pertambangan PT MSM.
Melihat hal tersebut, pihak Roshinta terus menempuh upaya hukum untuk mempertahankan tanah miliknya sesuai SHM 204.
Informasi yang diperoleh media ini, mengenai lokasi objek sengketa bahwa tanah sudah pernah diukur BPN dan ter-plotting, bahkan dapat diakses di database BPN/Kementerian ATR.
“Letak dan besaran objek tanah sudah jelas dan terang menurut data dan informasi yang ada di kantor pertanahan,” ujar Shirley Oroh, anak perempuan dari Roshinta Butarbutar.
Kepada awak media, Rabu (12/5/2021) sore, Oroh menjelaskan, lokasi yang mereka duduki sewaktu di PT MSM tepat di titik mereka membangun tenda.
“Jadi kami tidak salah dengan posisi tanah, karena hampir setiap tahun sejak 2004 kami datang berkunjung tepat di titik yang kami bangun tenda,” tegas Shirley Oroh.
Lokasi bidang tanah milik Rosinta Butarbutar yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Bitung dengan nomor hak milik 00204. (foto/ist)
Keke sapaan akrab Shirley menjelaskan, pihaknya telah melaporkan dugaan tindak pidana penyerobotan tanah milik ibunya yakni Rosinta Butar-butar, di Bitung, Sulawesi Utara, ke Propam Mabes Polri dan Kompolnas.
“Selain itu, saya juga mengadukan dugaan tindak pidana pengrusakan terhadap lahan yang dimiliki oleh ibu saya sejak 2004. Serta kekerasan yang dilakukan oknum perwira Kepolisian Resor Bitung berinisial ES terhadap saya, saat berada di lokasi pada tanggal 30 April 2021. Dalam mengadukan dugaan kriminalisasi ke Propam Mabes Polri, saya juga telah menyertakan barang bukti berupa rekaman video dan foto. Kami yakin pelanggaran etika kekerasan polisi yang terjadi akan ditindak tegas,” jelasnya.
Lanjut Keke, audiensi pada Selasa, tanggal 4 Mei 2021 dengan Komisi Kepolisian Nasional di Jakarta, dirinya diterima Ketua Harian Kompolnas Irjen Pol. (Purn) Benny Jozua Mamoto di kantornya di Jakarta.
“Peralihan hak antara penjual dan pembeli yaitu PT TTN dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan di Republik ini, apakah sudah didaftarkan ke BPN Kota Bitung? Padahal menurut Peraturan Pemerintah, peralihan tersebut wajib didaftarkan 7 hari kerja setelahnya,” ujarnya.
Karena, kata Keke, ada PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang harus dibayarkan. Perbuatan tidak taat prosedur ini jelas menimbulkan potensi kerugian negara.
“Bila eksekusi baru dimohonkan di Maret 2021, maka transaksi hanya menggunakan foto copy sertifikat hak milik dan ini jelas tidak sesuai prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, hal ini adalah modus operandi Mafia Tanah yang pemberantasannya menjadi prioritas Presiden Joko Widodo,” tegas Keke yang diketahui adalah Akademisi Hukum Universitas Indonesia.
Lanjutnya, mengenai henti lidik yang mereka alami baik Laporan Polisi di tahun 2016 dan tahun 2021, adalah mengemukakan fakta kurangnya kompetensi penyelidik dalam menyelidiki kasus yang kami laporkan.
“Sebagai contoh di tahun 2016, pihak yang dibayarkan ganti rugi oleh PT. MSM bukanlah Ibu Sultje Bongga melainkan pihak lain yang sayangnya sudah meninggal dunia di 2019. Di tahun 2016 kami melaporkan pengeboran di tanah kami, yang mana sehari setelah kami konfrontasi di lapangan dan kami lapor polisi, besoknya semua kegiatan pengeboran berhenti total,” jelasnya.
Diketahui, objek tanah tersebut hingga kini masih dalam sengketa dan sesuai dalam somasi keluarga Butarbutar ke PT. MSM dan PT. TTN, mereka berharap perusahaan taat hukum dan menghormati proses hukum yang berjalan dengan menghentikan operasi pertambangan di lokasi sampai sengketa selesai.
“Terkait Perkembangan terkini sidang pertama Gugatan perlawanan pihak ketiga atas eksekusi sudah berjalan di PN Bitung di Tanggal 11 Mei 2021,” ucapnya.
Fakta bahwa pelaksanaan eksekusi atas putusan perkara perdata 1999 itu belum terlaksana penuh.
“Kami mensinyalir ada fakta hukum yang dikaburkan di pokok perkara tahun 1999 tersebut yang sampai dengan putus perkara tidak pernah dihadiri tergugat yg kalah dalam perkara tersebut (verstek),” tegas Keke.
Tambahnya, Ibunya, Rosinta HMB, tidak mengenal pihak-pihak dalam gugatan perdata 21 tahun yang lalu dan membeli dengan itikad baik sesuai dengan prosedur peralihan hak atas tanah dengan akta notaris.
“Pertanyaannya, kenapa pemenang putusan lalai dan baru memohonkan eksekusi putusan di Maret 2021?,” sesal Keke. (wzg)
Tinggalkan Balasan