Manado, PORTAL24.ID —
Isu representasi etnis kerap berhembus menjelang Pilkada Sulawesi Utara. Partai politik pernah menempatkan formula pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Sulut berbasis etnis. Entah Minahasa Raya, Bolaang Mongondow Raya atau Nusa Utara.
Dalam catatan Pilkada masa lalu, formula ini bukan kisah fiktif. Mantan Gubernur Sulut Sinyo Hary Sarundajang (SHS) sudah membuktikan, bahwa Nusa Utara adalah segmen krusial yang masuk dalam kalkulasi memenangkan kontestasi politik. ”Terbukti duet Sinyo Hary Sarundajang-Djouhari Kansil (SHS-Berhasil) mengukuhkan keyakinan publik bahwa Nusa Utara juga menentukan kemenangan,” ujar peneliti politik dan pemerintahan Sulut Fred Beny Sumual SIP, kepada PORTAL24.ID, di Manado, Kamis (16/7/2020).
Lanjut dia, pandangan kandidat gubernur pada pilkada kali ini mengarah ke Bolaang Mongondow Raya (BMR). Bakal calon Gubernur Dr Christiany Eugenia Tetty Paruntu misalnya sudah dikaitkan dengan Bupati Boltim Salim Sehan Landjar sebagai bakal calon wagub. Jika paslon ini definitif, satu keterwakikan BMR moncer di pentas Pilkada 2020.
Tinggal kandidat Nasdem Vonnie Aneke Panambunan yang masih dalam pengodokan cawagub. VAP dikabarkan sempat membidik tokoh BMR seperti mantan Sekprov Sulut Siswa Rahmat Mokodongan (SRM), mantan Walikota Kotamubagu Djelantik Mokodompit dan Bupati Bone Bolango Hamim Pou. Dengan situasi perburuan kandidat papan 2 dari elemen BMR, praktis Nusa Utara menjadi segmen yang kurang peminat. Padahal SHS-Berhasil membuktikan itu dalam salah satu fase Pilkada Sulut.
Lantas, siapa figur yang bugar dan layak didapuk pada posisi papan 2? Sejumlah warga Nusa Utara diaspora menyebut tiga nama, yakni Staf Ahli Pemprov Sulut Dr Hendrik Opo Manosoh, Drs Winsulangi Salindeho, dan Drs Herman Rompis Makagansa.
“Tiga nama ini dinilai cukup layak. Mereka sudah teruji di pemerintahan,” ujar Heri Kansil, warga Manado.
Arman Tinungki, pria Sangir yang berdomisi di Bolmong, menyebut nama Opo Manosoh sebenarnya yang paling menonjol. ”Ia sebenarnya pernah mendampingi Vonnie Anneke Panambunan pada Pilkada 2010 silam. Artinya Opo bukan pendatang baru di kancah politik daerah,” ungkap Arman via ponsel kepada PORTAL24.ID.
Kalau pendekatan etnis yang menjadi salah satu elemen penjaringan wakil, Nusa Utara sudah terbukti di era SHS.
“Jangan lupa bahwa masyarakat Nusa Utara menyebar cukup luas ke Minahasa dan BMR. Dan ini fakta eksodus yang masih menyisahkan ikatan kerukunan yang kuat di mana-mana. Karena itu, saat kandidat ramai-ramai membidik papan 02 dari BMR, cagub lupa bahwa ada mutiara Nusa Utara,” jelas Mesakh Bulandala, warga Minsel berdarah Sangir. (Epo)