MANADO, Portal24.ID – Riwayat gugatan ahli waris almarhum Yan Londokambey terhadap PT Wenang Permai Sentosa (WPR/AKR) belum sirna. Putri almarhum Yan Londokambey, yakni Rosline Londokambey sebagai ahli waris tertua bersama Jody Sompotan masih meyakini, bahwa laporan polisi yang dilayangkan ke Polda Sulawesi Utara pada 2016 silam masih bisa dibuka kembali. Karena ahli waris percaya, kematian salah satu tersangka bukan berarti Negara semena-mena membungkam perjuangan mengembalikan puluhan hektar tanah ke pemilik asli.
Hamparan tanah seluas 97 hektar di Kairagi Dua, Paniki Bawah, Manado saat ini sedang dikuasai WPS/AKR.
“Puluhan tahun kami menunggu pengembalian hak. Ada suatu masa, yakni tahun 2016, saya membuat laporan polisi ke Polda Sulut. Tapi laporan saya kandas tanpa ada penjelasan hukum lebih lanjut. Padahal Polda sudah menetapkan lima tersangka,” ujar Jody Sompotan, Jumat (15/4/2022), di Manado.
Semula, WPS/AKR memegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 753 untuk masa kontrak 20 tahun. Itu berarti kontrak WPS sesungguhnya berakhir pada tahun 2012.
Pada tanggal 2 September 2016, Kantor Wilayah BPN Sulut sudah membatalkan Sertiffikat HGB nomor 753 yang dipakai WPS/AKR. Aneh bin ajaib, korporasi itu tiba-tiba mengantongi perpanjangan SHGB dari BPN Manado. Lembaga pertanahan yang pada masa itu dipimpin Drs Rony Waworuntu.
Muncul dugaan pemalsuan dokumen perpanjangan SHGB 753. Ahli waris lalu memutuskan membawa sinyalemen pemalsuan dokumen perpanjangan SHGB ke Polda Sulut tahun 2016 silam. Keluarlah nomor laporan kepolisian Nomor LP/321/III/2016/SPKT tanggal 30 Maret 2016 dengan terlapor Direktur Utama PT WPS Haryanto Adikoesoemo, General Manager PT WPS Drs Jimmy Tulenan Manoppo.
Gayung bersambut, Subdit 1 Kamneg Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulut langsung melakukan penyelidikan kasus yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Nomor B/470/XI/2016 tanggal 17 November 2016.
Tahapan penyelidikan berlangsung sampai 26 Desember 2016. Lalu hasil penyelidikan ditingkatkan ke tahap penyidikan yang ditandai dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/16/1/2017 tanggal 13 Januari 2017.
“Polda pernah menyampaikan SP2HP Nomor B/48/I/2016 Ditreskrimum tanggal 23 Januari 2017 bahwa kasus itu naik ke tahap penyidikan,” singgung Jody Sompotan.
Dari hasil penyidikan, Polda menetapkan lima tersangka pada bulan Maret 2017. Mereka yang menjadi tersangka adalah Direktur Utama PT WPS Haryanto Adikoesoemo, General Manager PT WPS Drs Jimmy Tulenan Manoppo, Asmawi, Imam Westanto dan Drs Rony A Waworuntu.
Menariknya, di sela-sela penyidikan dengan tersangka GM WPS/AKR Drs Jimmy Tulenan Manoppo, Pengadilan Negeri Manado mengeluarkan penetapan Sita Surat dan Barang dengan Nomor 07/Pen.Pid/PN.Mnd tanggal 23 Mei 2017. Penetapan itu ditandatangi Ketua PN Manado Dr Djaniko MH Girsang SH M Hum.
Nah, berdasarkan penetapan PN Manado, penyidik menyita surat dan barang berupa satu bidang tanah eks HGB nomor 753 seluas 944, 325 m2, satu bidang tanah eks HGB nomor 4394 seluas 99,155 m2, dan satu bidang tanah eks HGB nomor 4395 seluas 4,695 m2. Tiga bidang tanah di Paniki Bawah ini tercatat atas nama PT Wenang Permai Sentosa.
Penyidik juga sudah melakukan pengukuran tanah sesuai penetapan PN Manado.
“Obyek gugatan juga sempat dipasang police line dan diawasi Polda Sulut,” sentil Jody Sompotan.
Akhir bulan September 2017, Biro Wasidik Mabes Polri melakukan gelar perkara atas laporan tersangka di Gedung MNTC Mabes Polri. Yang mengejutkan ahli waris, penyidik memberitahu bahwa laporan Jody Sompotan dihentikan atau SP3. Konon karena tersangka GM PT WPS Drs Jimmy Tulenan Manoppo meninggal dunia, menurut informasi penyidik.
“Baliho pun dicabut penyidik bulan November 2017,” kata Sompotan.
Pada 7 Januari 2020, Jody Sompotan mengirim surat ke Polda Sulut dan meminta kepastian hukum atas laporannya.
Lantas bagimana dengan hak ahli waris Yan Londokambey yang diperjuangan Rosline Londokambey dan Jody Sompotan?
“Saya minta Bapak Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menolong saya, mengembalikan hak saya atas lahan tersebut. WPS sudah memalsukan perpanjangan SHGB bahkan sudah ada tersangka. Tapi masakan kasus ini dihentikan begitu saja. Apakah dengan penghentian kasus ini, saya harus kehilangan hak?,” pinta Sompotan. (ind)