Madya Praja Asal Sulut Gugat Rektor IPDN Jatinangor, Kuasa Hukum Temukan Fakta Mengejutkan

banner 120x600
banner 550x60

Bandung – Portal24.id – Sofyan Jimmy Yosadi, SH mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung dengan agenda pembuktian.

Sidang berlangsung Kamis (22/4/2021).

banner 325x300

Diketahui, Sofyan Jimmy Yosadi, SH adalah Kuasa Hukum dari Madya Praja Jurgen Paat asal Sulawesi Utara yang diberhentikan Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor.

Sidang dipimpin Majelis Hakim PTUN Bandung, ketua Majelis Hakim Dr. Novy Dewi Cahyati, S.Si., SH., MH. Bersama dua anggota Majelis yakni Faizal Zad, SH. MH., dan Hari Sunaryo, SH. didampingi Panitera Satya Nugraha, SH.

Agenda sidang adalah pembuktian setelah sebelumnya melalui E-Court dengan agenda Jawaban, Replik dan Duplik.

“Sidang dimulai dari bukti surat dan atau dokumen dari saya sebagai kuasa hukum Penggugat juga dari kuasa hukum Tergugat. Saya menyerahkan bukti-bukti surat dari SK Rektor, permohonan peninjauan kembali oleh orangtua Jurgen Paat yakni Pendeta Dr. Laurens Paat. Kemudian surat balasan dari Rektor tentang kronologis kejadian dan surat orangtua Jurgen kepada Menteri Dalam Negeri,” jelas Sofyan.

Lanjutnya, saat itu memang Jurgen masih dianggap belum dewasa dan dia termasuk Siswa SMA Negeri 1 Manado yang berprestasi hingga Praja IPDN yang berprestasi, masuk IPDN termasuk Praja termuda seluruh Indonesia.

“Dokumen lain adalah surat pernyataan dari tiga orang Praja yang berada dilokasi yang sama saat kejadian pada tanggal 13 November 2020. Ketiganya kompak menyatakan Jurgen Paat tidak melakukan kekerasan fisik apalagi memukul. Dua Praja yang menjadi korban serta salah satu Praja senior yang dianggap memukul kepada Dua Praja yuniornya Tingkat I, mereka semua asal Sulawesi Utara,” kata Sofyan.

Ditambahkannya, ketika memeriksa berkas bukti surat tergugat, Sofyan menemukan fakta-fakta yang mengejutkan.

“Dalam berita acara pemeriksaan terhadap Jurgen Paat dan ketiga Praja lain tidak ada ditemukan fakta bahwa Jurgen Paat melakukan kekerasan fisik dan atau memukul Kedua Praja korban. Demikian pula surat penyataan masing-masing yang diserahkan kepada pemeriksa Internal IPDN serta Kronologis kejadian yang ditandatangani masing-masing Praja. Jadi faktanya Jurgen Paat tidak melakukan pemukulan atau kekerasan fisik. Kalau demikian kenapa dia diberhentikan ?,” sesal Sofyan.

Selanjutnya fakta lain yang mengejutkan adalah dokumen dari pihak tergugat Rektor IPDN Jatinangor, bahwa didalam dokumen berita acara rapat pada tanggal 19 November 2020 yang kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya surat Rektor IPDN Jatinangor yang memberhentikan Jurgen Paat terdapat fakta bahwa JURGEN PAAT SUDAH DIBERHENTIKAN SEBELUM DIA DIPERIKSA.

“Proses pemberhentian Jurgen Paat jelas cacat hukum, maladministrasi dan “abuse of power” kesewenang-wenangan dan arogansi. Proses pemberhentian Jurgen Paat jelas melanggar hukum sebagaimana Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 63 tahun 2015 tentang Pedoman Tata Kehidupan Praja. Prosedur pemeriksaan hingga proses pemberhentian tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam Permen tersebut,” ucap Sofyan.

Diketahui, Jurgen Paat diperiksa oleh pemeriksa internal IPDN Jatinangor pada jam 18.00 WIB dan dilakukan secara terbuka bersama-sama Praja lain padahal menurut Permendagri No. 63 tahun 2015 pemeriksaan harus tertutup dan satu persatu.

Sesudah diperiksa dan tanda tangan surat BAP dan lain-lain tak lama kemudian Jurgen Paat bersama Praja lainnya dibawa ke halaman kampus IPDN Jatinangor untuk diadakan upacara pemberhentian dan diserahkan SK Rektor tentang pemberhentian kepada beberapa Praja termasuk Jurgen Paat.

Kejadian tersebut sekitar pukul 19.00 Wita. Sesudah upacara maka seluruh Praja yang diberhentikan termasuk Jurgen Paat dibawa oleh mobil IPDN Jatinangor ke kantor perwakilan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.

Jurgen Paat telah mendapatkan perlakuan tidak adil oleh Pihak IPDN Jatinangor. Dia diberhentikan oleh suatu kejadian yang tidak dilakukannya. Semua fakta jelas menyatakan demikian. Jurgen Paat sudah diberhentikan terlebih dahulu oleh rapat pimpinan IPDN Jatinangor yang dalam dokumen dari Internal IPDN dan diserahkan kepada Majelis Hakim tertera dengan jelas dilaksanakan pada tanggal 19 November 2020 pada jam 16.00 – 17.30 WIB. Padahal menurut Permen tersebut proses rapat seharusnya dilaksanakan setelah semua Praja diperiksa dahulu. Setelah diputuskan rapat pimpinan IPDN Jatinangor baru kemudian pada jam 18.00 WIB Jurgen Paat baru diperiksa.

Menurut Permendagri No. 63 tahun 2015, prosedur pemberhentian Praja yang melakukan pelanggaran berat sebagaimana pasal 35 sampai dengan pasal 48 serta pasal 53, prosedurnya panjang. Sesudah semua Praja diperiksa, baik pelaku maupun korban, ada hak pembelaan diri dan klarifikasi berjenjang barulah rapat pimpinan dilaksanakan dan berdasarkan hasil rapat tersebut maka Rektor menjatuhkab sanski. Fakta yang ada Jurgen Paat sudah diberhentikan dahulu baru dia diperiksa. Kasus ini semakin menarik dan saya sangat bersemangat dan yakin bahwa kebenaran akan menemukan jalan terangnya.

“Saat sidang, Saya bermohon kepada Majelis agar kedua Praja yang menjadi korban dihadirkan sebagai saksi dan karena kedua Praja masih ada dalam lingkungan IPDN maka selayaknya pihak Tergugat Rektor IPDN Menghadirkannya. Majelis menyetujuinya demikian pula pihak tergugat. Saat ditanya Majelis Hakim, saya katakan siap hadirkan saksi lain serta saksi ahli pada persidangan berikut,” ujar Sofyan.

Adagium Hukum “Lebih baik melepaskan 1000 (seribu) orang yang bersalah daripada menghukum 1 (satu) orang yang tidak bersalah” sangat relevan dalam konteks perkara ini.

“Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada hari Kamis tanggal 29 April 2021 dengan agenda bukti tambahan dari para Pihak baik Penggugat maupun Tergugat serta Saksi dari Pihak kami sebagai Penggugat,” aku Sofyan.

Editor: Jufry Mantak

banner 325x300
banner 728x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *